Sejarah Terbentuknya Provinsi Bengkulu


Sejarah Terbentuknya Provinsi Bengkulu
http://adekabang.wordpress.com/2011/06/30/sejarah-terbentuknya-provinsi-bengkulu/
Zaman prasejarah Bengkulu sudah dihuni manusia. Para pendatang dari Asia berbaur dengan manusia purba sekitar 4000 – 2000 SM. Sebagian masuk ke pedalaman, sementara yang lain menghuni daerah pantai. Ini merupakan cikal bakal suku bangsa Neo-Malayan. Bagian suku bangsa itu antara lain : suku Rejang (Rejang Lebong dan Bengkulu Selatan), Serawai / Pasemah (Bengkulu Selatan), Kaur (Bintuhan), Lembak di Kota Bengkulu dan sekitar Kepala Curup). Bengkulu (Kota Bengkulu) dan suku Katahun (Muko-muko).
Islam masuk ke Bengkulu pada abad XV (dari jawa). Perang Bengkulu-Aceh terjadi dua kali pada abad XVI dan XVII. Kesultanan-kesultanan di Bengkulu ketika itu: Selebar, Sungai Limau, dan Anak Sungai. Armada Aceh membuka serangan ke Selebar. Kapal induk Aceh menunggu di laut bersama induk pasukan, sedangkan kapal-kapal yang lebih kecil memasuki Sungai Serut. Pihak Selebar mampu menahan serangan itu karena menutup Sungai Serut dengan rintangan sehingga kapal induk Aceh tidak mampu memberi bantuan pada pasukannya yang lebih dahulu masuk. 1664 – VOC mendirikan perwakilan di Bengkulu, namun enam tahun kemudian Belanda menutup sementara kantornya dan dibuka kembali tahun 1824. 24 Juni 1685  Inggris masuk ke Bengkulu, namun mereka mendarat di Pulau Tikus ( 1 km dari kota pusat kota Bengkulu) dan disambut oleh agen niaganya. Mereka tidak masuk ke pelabuhan  Selebar (daerah Pulau Baai) karena kapal Sultan Banten dan kapal Belanda sedang bersandar di sana.
16 Agustus 1695  Perjanjian Inggris – Bengkulu ditandatangani. Isinya monopoli lada, izin membangun loji, dan mengadili penduduk yang berbuat salah. Inggris terus memperluas wilayahnya sampai ke Muko-muko.
1692  Inggris mendirikan pos di Triamang, Lais, Ketahun, Ipuh, Bantal, Seblat (1700), selanjutnya Pada tahun 1701 mereka memperluas daerah ke arah Seluma, Manna, Kaur, dan Krui.
1718 Inggris membangun benteng Marlborough, sebelumnya sudah didirikan benteng York. Rakyat Bengkulu merupakan ancaman bagi Inggris. Di Bantal,  Muko-muko, pemberontakan rakyat dipimpin Sultan Mansyur dan Sultan Sulaiman. Itu sebabnya Inggris merasa perlu membangun benteng tersebut. Pemberontakan itu  (1719) membuat Inggris kawatir dan akhirnya meninggalkan Bengkulu.
1724  Inggris kembali lagi. Dengan perjanjian yang lebih lunak yang di tanda tangani pada 17 April 1724
15 Desember 1793 Captain Hamilton, pimpinan Angkatan Laut Inggris dibunuh rakyat Bengkulu. Dan pada 1807 rakyat Bengkulu kembali membunuh Residen Thomas Parr.
Provinsi Bengkulu dibentuk tanggal 12 September 1967. Meskipun pembentukan provinsi ini tidak dari awal kemerdekaan, bukan berarti daerah ini tidak berperan dalam perjuangan kemerdekaan. Bung Karno sendiri pernah dibuang oleh Belanda ke daerah ini. Sejarah Bengkulu sebenarnya sudah cukup panjang. Sejak era Majapahit, Bengkulu yang ketika itu bernama Sungai Serut sudah eksis dan menjalin hubungan dengan Kerajaan yang berpusat di Jawa Timur tersebut. Kerajaan Majapahit sering mengirimkan Biku, dimana sebagian dari biku-biku tersebut akhirnya dinobatkan menjadi pemimpin salah atu suku di sana, yaitu suku bangsa Rejang. Pengaruh Majapahit berlangsung sampai Islam datang dan dianut oleh sebagian besar rakyat Bengkulu. Pada waktu Portugis merebut Malaka tahun 1511, para pedagang Islam mengalihkan jalur perdagangannya yang sebelumnya menggunakan Selat Malaka dialihkan melalui pantai barat Sumatera dan Selat Sunda. Karena peralihan itu, Pelabuhan Banten dan Sunda Kelapa bertambah ramai. Untuk daerah Bengkulu sendiri, peralihan tersebut membawa berkah, pelabuhan-pelabuhan nelayan di sepanjang pantai Bengkulu, seperti Muko-muko, Selebar, Seluma, Manna, Bintuhan, dan Krui menjadi berkembang.Pada waktu Banten dipimpin oleh Sultan Maulana Hasanuddin, tahun 1552-1570, Bengkulu berada di bawah pengaruh Banten. Pengaruh tersebut juga diikuti oleh penyebaran agama Islam. Di daerah Bengkulu ini kekuatan Kesultanan Banten kemudian berhadap-hadapan dengan Kesultanan Aceh. Aceh yang juga melaksanakan kebijakan yang ekspansif, telah berhasil memperluas kekuasaannya di wilayah Bengkulu, yaitu di daerah sebelah utara Teluk Ketahun, sementara sebelah selatannya sudah termasuk wilayah kekuasaan Kesultanan Banten. Karena kedua pihak tidak menghendaki terjadinya pertempuran diantara sesama negara Islam, mereka kemudian menjalin perdamaian dan persahabatan. Sultan Aceh kemudian menjodohkan seorang putri Indrapura dengan Sultan Banten. Tahun 1685, Inggris mulai memasuki Bengkulu. Mereka kemudian menjalin hubungan dagang dan membangun gudang lada yang dinamakan Fort York. Tahun 1714, Inggris mulai membangun kekuatan di Kota Bengkulu, yaitu, membangun Benteng Fort Marlborough. Pendirian benteng tersebut mendapat rintangan dari Raja Selebar Pangeran Nata Dirja. Inggris kemudian berniat mengenyahkan Raja Selebar. Mereka membuat suatu jamuan makan dan mengundang Raja Selebar. Di tengah jamuan tersebut, mereka membunuh Raja Selebar, Pangeran Nata Dirja. Akibat pembunuhan tersebut, hubungan antara Inggris dan Bengkulu yang tadinya relatif baik menjadi buruk. Akhirnya tahun 1719, putra Pangeran Nata Dirja beserta pasukan dan penduduk daerah tersebut melakukan serangan terhadap Inggris dan berhasil menduduki Fort Marlborough. Perlawanan terhadap Inggris ternyata berlangsung pula di bagian lain Bengkulu, seperti perlawanan yang dipimpin oleh Sultan Mansyur dan Sultan Sulaiman di daerah Muko-muko dan Bantal. Karena perlawanan rakyat yang semakin sengit ini, akhirnya Inggri meninggalkan Bengkulu tahun 1719. Namun kepergian Inggris dari tanah Bengkulu tidak selamanya. Tahun 1742, mereka datang dan kembali menjalin hubungan dagang dengan pengusaha Bengkulu. Berdasarkan pada traktat London 1824, Inggris akhirnya menyerahkan Bengkulu kepada pemerintah Hindia-Belanda. Tahun 1838, Belanda mulai menjalankan administrasi pemerintahan di Bengkulu. Belanda kemudian mengatur dan menguasai seluruh penghasilan dan penjualan hasil bumi Bengkulu, terutama lada. Akibatnya, produksi berbagai hasil bumi semakin menurun. Selain itu, Belanda memberlakukan kerja paksa untuk mengerjakan berbagai pembangunan jalan, pelabuhan, serta untuk menanam kopi. Kekuasaan Belanda berakhir ta Zaman prasejarah Bengkulu sudah dihuni manusia. Para pendatang dari Asia berbaur dengan manusia purba sekitar 4000 – 2000 SM. Sebagian masuk ke pedalaman, sementara yang lain menghuni daerah pantai. Ini merupakan cikal bakal suku bangsa Neo-Malayan. Bagian suku bangsa itu antara lain : suku Rejang (Rejang Lebong dan Bengkulu Selatan), Serawai / Pasemah (Bengkulu Selatan), Kaur (Bintuhan), Lembak di Kota Bengkulu dan sekitar Kepala Curup). Bengkulu (Kota Bengkulu) dan suku Katahun (Muko-muko).
Islam masuk ke Bengkulu pada abad XV (dari jawa). Perang Bengkulu-Aceh terjadi dua kali pada abad XVI dan XVII. Kesultanan-kesultanan di Bengkulu ketika itu: Selebar, Sungai Limau, dan Anak Sungai. Armada Aceh membuka serangan ke Selebar. Kapal induk Aceh menunggu di laut bersama induk pasukan, sedangkan kapal-kapal yang lebih kecil memasuki Sungai Serut. Pihak Selebar mampu menahan serangan itu karena menutup Sungai Serut dengan rintangan sehingga kapal induk Aceh tidak mampu memberi bantuan pada pasukannya yang lebih dahulu masuk. 1664 – VOC mendirikan perwakilan di Bengkulu, namun enam tahun kemudian Belanda menutup sementara kantornya dan dibuka kembali tahun 1824. 24 Juni 1685  Inggris masuk ke Bengkulu, namun mereka mendarat di Pulau Tikus ( 1 km dari kota pusat kota Bengkulu) dan disambut oleh agen niaganya. Mereka tidak masuk ke pelabuhan  Selebar (daerah Pulau Baai) karena kapal Sultan Banten dan kapal Belanda sedang bersandar di sana.
16 Agustus 1695  Perjanjian Inggris – Bengkulu ditandatangani. Isinya monopoli lada, izin membangun loji, dan mengadili penduduk yang berbuat salah. Inggris terus memperluas wilayahnya sampai ke Muko-muko.
1692  Inggris mendirikan pos di Triamang, Lais, Ketahun, Ipuh, Bantal, Seblat (1700), selanjutnya Pada tahun 1701 mereka memperluas daerah ke arah Seluma, Manna, Kaur, dan Krui.
1718 Inggris membangun benteng Marlborough, sebelumnya sudah didirikan benteng York. Rakyat Bengkulu merupakan ancaman bagi Inggris. Di Bantal,  Muko-muko, pemberontakan rakyat dipimpin Sultan Mansyur dan Sultan Sulaiman. Itu sebabnya Inggris merasa perlu membangun benteng tersebut. Pemberontakan itu  (1719) membuat Inggris kawatir dan akhirnya meninggalkan Bengkulu.
1724  Inggris kembali lagi. Dengan perjanjian yang lebih lunak yang di tanda tangani pada 17 April 1724
15 Desember 1793 Captain Hamilton, pimpinan Angkatan Laut Inggris dibunuh rakyat Bengkulu. Dan pada 1807 rakyat Bengkulu kembali membunuh Residen Thomas Parr.
Provinsi Bengkulu dibentuk tanggal 12 September 1967. Meskipun pembentukan provinsi ini tidak dari awal kemerdekaan, bukan berarti daerah ini tidak berperan dalam perjuangan kemerdekaan. Bung Karno sendiri pernah dibuang oleh Belanda ke daerah ini. Sejarah Bengkulu sebenarnya sudah cukup panjang. Sejak era Majapahit, Bengkulu yang ketika itu bernama Sungai Serut sudah eksis dan menjalin hubungan dengan Kerajaan yang berpusat di Jawa Timur tersebut. Kerajaan Majapahit sering mengirimkan Biku, dimana sebagian dari biku-biku tersebut akhirnya dinobatkan menjadi pemimpin salah atu suku di sana, yaitu suku bangsa Rejang. Pengaruh Majapahit berlangsung sampai Islam datang dan dianut oleh sebagian besar rakyat Bengkulu. Pada waktu Portugis merebut Malaka tahun 1511, para pedagang Islam mengalihkan jalur perdagangannya yang sebelumnya menggunakan Selat Malaka dialihkan melalui pantai barat Sumatera dan Selat Sunda. Karena peralihan itu, Pelabuhan Banten dan Sunda Kelapa bertambah ramai. Untuk daerah Bengkulu sendiri, peralihan tersebut membawa berkah, pelabuhan-pelabuhan nelayan di sepanjang pantai Bengkulu, seperti Muko-muko, Selebar, Seluma, Manna, Bintuhan, dan Krui menjadi berkembang.Pada waktu Banten dipimpin oleh Sultan Maulana Hasanuddin, tahun 1552-1570, Bengkulu berada di bawah pengaruh Banten. Pengaruh tersebut juga diikuti oleh penyebaran agama Islam. Di daerah Bengkulu ini kekuatan Kesultanan Banten kemudian berhadap-hadapan dengan Kesultanan Aceh. Aceh yang juga melaksanakan kebijakan yang ekspansif, telah berhasil memperluas kekuasaannya di wilayah Bengkulu, yaitu di daerah sebelah utara Teluk Ketahun, sementara sebelah selatannya sudah termasuk wilayah kekuasaan Kesultanan Banten. Karena kedua pihak tidak menghendaki terjadinya pertempuran diantara sesama negara Islam, mereka kemudian menjalin perdamaian dan persahabatan. Sultan Aceh kemudian menjodohkan seorang putri Indrapura dengan Sultan Banten. Tahun 1685, Inggris mulai memasuki Bengkulu. Mereka kemudian menjalin hubungan dagang dan membangun gudang lada yang dinamakan Fort York. Tahun 1714, Inggris mulai membangun kekuatan di Kota Bengkulu, yaitu, membangun Benteng Fort Marlborough. Pendirian benteng tersebut mendapat rintangan dari Raja Selebar Pangeran Nata Dirja. Inggris kemudian berniat mengenyahkan Raja Selebar. Mereka membuat suatu jamuan makan dan mengundang Raja Selebar. Di tengah jamuan tersebut, mereka membunuh Raja Selebar, Pangeran Nata Dirja. Akibat pembunuhan tersebut, hubungan antara Inggris dan Bengkulu yang tadinya relatif baik menjadi buruk. Akhirnya tahun 1719, putra Pangeran Nata Dirja beserta pasukan dan penduduk daerah tersebut melakukan serangan terhadap Inggris dan berhasil menduduki Fort Marlborough. Perlawanan terhadap Inggris ternyata berlangsung pula di bagian lain Bengkulu, seperti perlawanan yang dipimpin oleh Sultan Mansyur dan Sultan Sulaiman di daerah Muko-muko dan Bantal. Karena perlawanan rakyat yang semakin sengit ini, akhirnya Inggri meninggalkan Bengkulu tahun 1719. Namun kepergian Inggris dari tanah Bengkulu tidak selamanya. Tahun 1742, mereka datang dan kembali menjalin hubungan dagang dengan pengusaha Bengkulu. Berdasarkan pada traktat London 1824, Inggris akhirnya menyerahkan Bengkulu kepada pemerintah Hindia-Belanda. Tahun 1838, Belanda mulai menjalankan administrasi pemerintahan di Bengkulu. Belanda kemudian mengatur dan menguasai seluruh penghasilan dan penjualan hasil bumi Bengkulu, terutama lada. Akibatnya, produksi berbagai hasil bumi semakin menurun. Selain itu, Belanda memberlakukan kerja paksa untuk mengerjakan berbagai pembangunan jalan, pelabuhan, serta untuk menanam kopi. Kekuasaan Belanda berakhir tanggal 8 Februari 1942, ketika tentara Jepang tiba di Bengkulu. Mulai hari itu, Bengkulu berada di bawah kekuasaan Jepang. Di era penjajahan Jepang ini, rakyat semakin menderita. Rakyat ditindas dan diperas. Berbagai hasil bumi semuanya dirampas untuk kepentingan Jepang. Selain itu banyak rakyat yang menjadi romusha ke Pulau Enggano. Di Pulai ini, Jepang berencana membangun pertahanan yang kuat. Penjajahan Jepang ini berakhir dengan dibacakannya teks proklamasi kemerdekaan di Jakarta tanggal 17 Agustus 1945. Namun berita proklamasi kemerdekaan tersebut baru sampai ke Bengkulu tanggal 3 September 1945. Bendera Merah Putih mulai berkibar secara resmi di Bengkulu tanggal 11 Oktober 1945. Kehidupan rakyat pasca kemerdekaan tidak berlangsung lancar. Hal ini karena adanya niat Belanda untuk kembali menjajah Indonesia. Belanda memasuki dan menduduki Bengkulu dalam aksi militernya yang kedua, awal tahun 1949. Pendudukan ini berlangsung hingga akhir tahun. Sejak saat itu, Bengkulu mulai disibukkan dengan urusan-urusan dan masalah yang muncul dari dalam negeri sendiri. Rongrongan dari luar negeri sudah berakhir.

Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. waaaawww...
    ternyata ayank Q pintar sekali yach..

    bagus yank,,
    dx suka sama sejarahnya apa lagi tentang tempat tinggal kita yaitu provinsi bengkulu hehhe

    sukses selalu ya cyank Q

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer